Celah konsepsi demokrasi eleksional dalam bentuk faktum kuantifikasi yang menanggalkan kualifikasi, disadari telah memberikan ragam konsekuensi negatif yang tidak diharapkan. Prefase kekuasan politik yang dipertahankan dengan tidak segera mengganti paradigma dirinya menjadi pemerintahan rakyat pada saat itu dimenangkan, menjadi substansi permasalahan yang di satu sisi kemudian jalin menjalin mengkontaminasi area-area kebijakan di ranah publik. Formulasi top down perspektifal dari pihak kekuasaan ini pada akhirnya kerap memunculkan disparitas dan aneka ketidakpuasan publik. Internalitas problem,
Dalam perspektif terbalik, ketika sebuah kekuasaan politik telah memproyeksikan dirinya ke dalam tugas kepemimpinan publik secara ideal, iklim transisional demokrasi menyajikan fakta lain yang harus dihadapi berupa tumbuhnya publik amorphous dalam kotak-kotak euphoris. Berbagai elemen publik bermunculan secara opositif tanpa kejelasan visioner yang meski senantiasa berada di ranah parsial namun menjadi laten dalam menghambat jalannya roda kepemerintahan. Sebuah kepemimpinan atau kepemerintahan tanpa support atau dukungan. Stagnasi sebagai deskripsi dari eksternalitas problem,
Kondisi problematik internal dan eksternal dalam transisi demokrasi tersebut menggambarkan terpeliharanya ruang permanen bagi kondisi dikotomis dalam hubungan komunikasi antara dua kubu besar yang ada, yakni “kubu pemerintahan” dan “kubu publik”, yang dalam skalabilitasnya masing-masing terjadi tidak sekedar di pusat tetapi hingga ke tataran pemerintahan daerah (local government). Oleh karena itu diperlukan suatu perangkat atau instrumen lain yang dapat memediasi, melakukan supervisi, pendampingan, belajar membelajarkan dan menyatukan area dikotomis yang ada hingga terwujud satu kesatuan tatanan yang ideal dalam kepemerintahan. Sebuah “Pemerintahan Publik”.
Dengan menyadari kondisi di atas serta memahami urgensi bagi pentingnya partnershipness di satu sisi serta perlunya penyediaan elemen edukatif bagi pemberdayaan publik di sisi lainnya, maka atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, pada tanggal 27 Januari 2011, dibentuklah Purwakarta Reinforcement and Empowering Society Studies (PRESS) sebagai saluran advisori, supervisi, eksplorasi dan edukasi yang bersifat independen dalam rangka pembelajaran dan pemberdayaan masyarakat serta penguatan pemerintah daerah (local goverment) menuju clean and good governance.
Selanjutnya mukadimah ini adalah haluan perjuangan Purwakarta Reinforcement and Empowering Society Studies (PRESS) yang merupakan dasar bagi penyusunan batang tubuh Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan semua program, peraturan, keputusan, dan serta pedoman operasional dari Purwakarta Reinforcement and Empowering Society Studies (PRESS).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar